Presiden Joko Widodo atau Jokowi memberi respon kritik pada Ketentuan Pemerintahan Alternatif Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 mengenai Cipta Kerja alias Perpu Cipta Kerja. Jokowi memperjelas Perpu ini diedarkan karena ada ancaman-ancaman risiko ketidakjelasan global.
“Untuk memberi kejelasan hukum, kekosongan hukum yang dalam pemahaman beberapa investor luar dan dalam, sebenarnya itu yang terpenting,” kata Jokowi dalam pertemuan jurnalis di Istana Negara, Jakarta, Jumat, 30 Desember 2022.
2 Tentara Israel Diadili Lempar Bom Rakitan ke Rumah Masyarakat Palestina
Awalnya pada 25 November 2021, Mahkamah Konstitusi (MK) putuskan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 mengenai Cipta Kerja atau UU Cipta Kerja cacat secara formal. Melalui Keputusan MK Nomor 91/PUU-XVIII/2020, Mahkamah mengatakan jika UU Cipta Kerja inkonstitusional bersyarat.
Akhirnya, MK minta UU ini diperbarui dalam 2 tahun. Tetapi sekarang Jokowi mengeluarkan Perpu Cipta Kerja. Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan Mahfud Md menyebutkan Perpu ini argumen kegawatan memaksakan untuk penerbitan Perpu telah tercukupi, sama sesuai sesuai Keputusan MK Nomor 38/PUU7/2009.
Pendidik Sekolah Tiggi Hukum Indonesia (STHI) Jentera, Bivitri Susanti, mengomentari Perpu ini. Sama sesuai peraturan, Bivitri menyebutkan DPR harus mengulas Perpu Cipta Kerja pada periode sidang sesudah reses.
“Dapat menampik, tidak harus menerimanya,” katanya.
Bivitri menyebutkan argumen penerbitan Perpu ini memvisualisasikan sudut pandang yang betul-betul pro pebisnis dengan menubruk beberapa hal mendasar. Dia menyorot dua kekeliruan dari sisi hukum.
Pertama, Keputusan MK 91 Tahun 2020 memutuskan jika UU Cipta Kerja inkonstitusional bersyarat sampai 25 November 2023 atau dua tahun sesudah keputusan dibaca.
“Maknanya, bahkan juga UU itu tidak dapat dikerjakan, tidak punyai daya ikat, jadi untuk apa mengeluarkan Perpu untuk koreksi beberapa ini?” katanya.
Hingga, Bivitri menyebutkan penerbitan Perpu ini
memperkuat sangkaannya jika pemerintahan memang meremehkan keputusan MK. “Dan melakukan terus UU Cipta Kerja itu,” katanya.
Ke-2 , Bivitri menyebutkan tidak ada kegawatan memaksakan sama seperti yang ditetapkan dalam Pasal 22 UUD 1945 yang atur masalah Perpu, atau sama seperti yang diputuskan dalam Keputusan MK 139 tahun 2009. “Pasti sekarang ini cuma sedang berlibur tahun akhir dan periode reses DPR, tidak ada kegawatan memaksakan yang membuat presiden memiliki hak keluarkan Perpu,” katanya.
Karena itu, Bivitri menyaksikan Jokowi ingin ambil jalan singkat dengan penerbitan Perpu. “Agar keputusan politik pro pebisnis ini cepat keluar, menghindar ulasan politik dan keributan khalayak. Ini cara licik dalam demokrasi. Pemerintahan betul-betul bajak demokrasi,” katanya.
Memberi respon kritik yang ada, Jokowi menyebutkan keadaan saat ini kelihatan normal. Namun, Jokowi mengeklaim jika Indonesia diintip oleh ancaman-ancaman ketidakpastikan global.
Untuk beberapa kalinya, Jokowi kembali menyentuh jika 14 negara menjadi pasien International Monetary Fund (IMF). Lantas, ada 28 negara kembali yang berbaris menjadi pasien IMF. “Ini sebenarnya dunia ini tidak sedang baik saja,” katanya.
Itu selanjutnya yang menjadi argumen Jokowi mengeluarkan Perpu Cipta Kerja. “Karena ekonomi kita di 2023 benar-benar bergantung investasi dan export,” tutur kepala negara.